Perekrut TPPO di NTT Disinyalir Keluarga Sendiri, Gabriel Goa: Pemprov Kurang Prioritas

Andy Liany - Selasa, 30 April 2024 18:32 WIB
Perekrut TPPO di NTT Disinyalir Keluarga Sendiri, Gabriel Goa: Pemprov Kurang Prioritas
net
Ilustrasi.

bulat.co.id - Pelaku perekrut korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di NTT disinyalir merupakan keluarga sendiri. Mirisnya, kendati pun fenomena itu marak terjadi di "Bumi Nusa Terindah Toleransi" julukan Provinsi NTT, namun pemerintah yang sekarang dinilai kurang memprioritaskan penanganan TPPO secara ekstra ordinary di NTT.

Kepada bulat.co.id, Ketua Koalisi Lawan Kejahatan Terorganisir dan Perdagangan Orang ( the Coalition) dan juga direktur eksekutif women working group (WWG), Nukila Evanty menerangkan, berdasarkan data Pemerintah Provinsi (Pemrov) NTT, sebanyak 185 orang dengan rincian perempuan 39 orang dan laki -laki 146 orang (ada 20 kategori anak-anak & 120 orang kategori dewasa) telah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada 2023.

Lebih lanjut dikatakannya, data kasus yang ditangani BP3MI NTT, sejak tahun 2017 - 2022 atau sebanyak 2.689 kasus pekerja migran NTT.

Meski begitu, hanya 120 pekerja migran atau 4,46% saja yang berproses dan bekerja sesuai ketentuan yang berlaku.

Menurut Nukila Evanty, korban-korban di NTT pada khususnya merupakan anggota masyarakat yang direkrut oleh jaringan sindikat kejahatan melalui kedok perusahaan untuk bekerja di luar negeri tanpa dilengkapi dokumen resmi.

Malah, kata dia, banyak terjadi circle of victims (pelaku perekrut, masih keluarga sendiri termasuk paman, tante, sepupu dan sebagainya ).

"Perekrut pekerja migran tersebut juga nggak sadar kalau mereka itu juga korban yang di hire (disewa) oleh sindikat sebagai perekrut lapangan)," sebutnya.

Nukila menambahkan, jaringan sindikat kejahatan begitu kuat dengan model rantai terputus dengan pelaku berbeda pada saat merekrut dan memindahkan korban. Bahkan mereka sudah punya target korban dan difasilitasi oleh oknum-oknum.

Terpisah, Gabriel Goa, Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia dan Ketua Advokasi Masyarakat Sipil untuk Revisi UU TPPO, mengatakan jumlah masyarakat miskin, butuh kerja, penghasilan dan kurang pendidikan serta informasi tentang TPPO dari NTT untuk berpergian ke daerah lain di luar Nusa Tenggara Timur dan Luar Negeri, memang jumlahnya sedikit dibanding pekerja migran yang direkrut dari daerah Jawa atau Kalimantan.


Meski demikian, jumlah korban yang mengalami serangkaian penyiksaan dan meninggal adalah terbanyak dari NTT.

"NTT identik dengan kasus the Coffin death (korban berakhir dalam peti mati), sudah begitu meresahkan dan pemerintah yang sekarang kurang memprioritaskan penanganan TPPO secara ekstra ordinary di NTT. Apalagi dengan beruntunnya acara-acara seperti Pilpres dan Pileg,"beber Gabriel Goa.

Lebih lanjut diterangkan Gabriel Goa, kasus TPPO di NTT itu unik karena ada yang disebut perdagangan orang melalui kemauan sendiri (tradisi) dan masyarakat pesisir serta nelayan asal NTT sengaja mereka mencari ikan, menembus laut zona ekonomi ekslusif (ZEE) untuk tujuan akhir bekerja di Australia.

Begitu mereka sampai di Australia, kata dia, mereka ditahan di detention centre di Australia.

Selama masa penahanan, jelasnya, mereka bisa bekerja di Australia, dapat makan, dapat uang yang menurut mereka besar dibanding bersusah payah sebagai nelayan.

Untuk itu Padma Indonesia dan Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Kejahatan Terorganisir dan Perdagangan Orang mengajak semua pihak dan lembaga-lembaga yang memang bekerja untuk TPPO untuk mengambil langkah extraordinary untuk atasi TPPO di NTT karena NTT Darurat Human Trafficking.

Gabriel mengaku akan mulai program advokasi menyadarkan Pengambil Kebijakan di tingkat kabupaten dan provinsi untuk punya perspektif korban dan regulasi serta implementasi terkait TPPO dan Migrasi Aman melalui program GEMA HATI MIA (Gerakan Masyarakat Anti Human Trafficking Migrasi Aman).

"Kami mulai dari dari daerah Lembata NTT pada 3-4 Mei 2024 dan akan menjangkau 22 Kabupaten/Kota di NTT yang kami pertimbangkan sebagai Red Flag untuk berbenah. Semoga rejim baru dan legislators NTT yang baru akan punya gerakan untuk melawan perdagangan orang,"katanya


Lebih rinci diterangkannya, di Lembata sebagai pilot program berkolaborasi pentahelix bakal melahirkan dua program.

Pertama, FGD dan Penerbitan Peraturan Bupati tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO dan Migrasi Aman implementasi dari Perpres No.49 tahun 2023 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanangan TPPO dengan Ketua Hariannya di tingkat Nasional Kapolri,Provinsi Kapolda dan Kabupaten/Kota adalah Kapolres.

Kedua, pengadaan Layanan Terpadu Satu Atap dan Balai Latihan Kerja Pekerja Migran Indonesia implementasi UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.Keempat,pengawasan dan pelindungan mulai dari melalui Peraturan Desa tentang Pencegahan Human Trafficking dan Migrasi Aman serta pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat di Desa untuk mencegah terjadinya Human Trafficking.

(Florasta)

Penulis
: Redaksi
Editor
: Andy Liany
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru