bulat.co.id -
MEDAN | Penasehat Hukum (PH) dari Kantor Advokat DSP Law Firm, (Dedi-Suhendri & Partners) Dedi Suheri, SH yang mendampingi Tengku Nurhayati menuding konferensi pers yang digelar Handi alias A'eng Jombo dengan menghadirkan narasumber Sultan Serdang T. Ahmad Thala'a, Sultan Deli ke-14, Sultan Mahmud Aria Lamantjiji Perkasa Alamsyah, OK Saidin, Pangeran Bedagai T. Syafii, Mardi Sijabat, SH selaku Kuasa Hukum A'eng hanyalah opini sesat belaka.
Hal ini dikatakan Dedi Suheri,SH yang didampingi Novel Suhendri, SH dan Ikhwan Khairul Fahmi, SH di kantor Advokat Law Firm, kepada wartawan, Kamis (30/5/24), saat menggelar konferensi pers bersama T. Nurhayati dan T. Raja Gamal Telunjuk Alam untuk mengklarifikasi atas opini yang disampaikan narasumber saat konferensi pers di TTS milik A'eng Jumbo.
Menurut Dedi Suheri, apa yang disampaikan para narasumber yang di undang A'eng itu terkesan mengintervensi putusan Inkrah Mahkamah Agung agar proses konstatering dan eksekusi lahan yang dimenangkan Nurhayati atas 3 objek di Dusun IV Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan.
Atas amar putusan Inkrah Mahmakah Agung (MA) Nurhayati berhak seluruhnya atas lahan seluas 64 HA di Dusun IV Desa Kota Galuh tersebut.
"Apapun cerita atau isi konferensi pers yang digelar A'eng soal silsilah Nurhayati, Nurhayati bukan tengku, dan Surat Grand Sultan 102/1924 yang dibeli Nurhayati dari Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam pada tahun 1979 adalah palsu, semua itu kami kesampingkan, yang terpenting bagi kami mendesak PN Sei Rampah untuk sesegera mungkin melakukan konstatering ulang dan eksekusi sesuai perintah MA yang sudah mengeluarkan ketetapan inkrah dengan no.2690.k/Pdt/2023 atas kemenangan Nurhayati selaku klien saya," paparnya.
Dedi Suheri juga geram dengan keterangan sejumlah narasumber yang tidak berbobot itu, ada yang mengatakan bahwa Grand Sultan 102/1924 itu berlokasi di lahan Poltax Taxi di Jalan Brigjen Katamso Medan, padahal lahan tersebut luasnya hanya 1 Ha dan surat tersebut dikeluarkan oleh Kesultanan Deli.
Sementara Grand Sultan 102/1924 yang dimenangkan Nurhayati ini berada di Dusun IV Desa Kota Galuh seluas 64 HA sesuai terjemahan dari Drs. Bahrum Saleh, M.Ag selaku staf pengajar atau dosen program studi sastra Arab USU pada tahun 2021 lalu.
Kemudian, Bahrum Saleh juga pernah di hadirkan dalam persidangan perdata Nurhayati selaku penggugat di PN Sei Rampah dan membenarkan bahwa isi Grand Sultan 102/1924 itu menerangkan bahwa "Sripaduka Tuanku Sultan Sulaiman Sinar Raja Negeri Serdang Jajahan Deli memberi Perizinan ini kepada seorang Islam bernama Tengku Zainal Al Rasyid Pangeran Bedagai Bangsa Melayu dari Bedagai yang mempunyai hak atas tanah kosong di kampung Kota Galuh" dengan luas 64 HA yang diserahkan pada 17 Mei 1924.
Lebih lanjut Dedi menjelaskan, Grand Sultan 102/1924 tersebut diterima Pangeran Bedagai Tengku Zainal Al Rasyid, selanjutnya berpindah haknya kepada Tengku Ain Al Rasyid (ayah dari Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam) pada 28 Desember 1943, dan pada tanggal 17 Januari 1971 Tengku Ain Al-Rasyid menyerahkan kepada anaknya Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam, dan pada Tanggal 27 Juli 1979 Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam mengganti rugikan kepada T. Nurhayati dengan perjanjian jual beli diatas segel dan diketahui Kota Praja Kota Medan.
"Jadi dimana palsunya Grand Sultan 102/1924 tersebut, bahkan perjalanan Grand Sultan 102 ini dibuat surat keterangannya oleh Yayasan Ma'moen Al Rasyid dan di tanda tangani Ketua Umum Yayasan IR. T, Reizan Ivansyah pada 15 Desember 2020 lalu," kata Dedi Suheri.
Bahkan dalam konferensi pers tersebut, Dedi Suheri sempat menantang pihak narasumber yang diundang A'eng untuk menunjukkan Grand Sultan yang Asli yang berada di Dusun IV Desa Kota Galuh tersbut.
"Jika Grand Sultan 102/1924 yang dibeli klien saya T. Nurhayati dari Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam adalah palsu, tunjukkan sama saya Grand yang aslinya, dan lagian aneh, disaat lahan 3 objek yang sebentar lagi akan di eksekusi baru muncul para pahlawan kesiangan membantu A'eng CS yang sudah ketakutan dan kebakaran jenggot takut lahannya bakal di eksekusi juga, kenapa tidak tiga tahun lalu saat sidang perdata sedang digelar," tegas Dedi.
Dedi juga mengancam, akan memproses secara hukum orang-orang yang ada di lahan 64 HA, jika ternyata ada timbul Sertifikat Hak Milik (SHM) nya di kantor ATR/BPN Serdang Bedagai, termasuk oknum-oknum yang ikut serta dalam penerbitan SHM atau Sertifikat lainnya.
"Karena kami selaku PH Nurhayati sudah memegang video statemen A'eng saat unjuk rasa di PN Sei Rampah dan DPRD Serdang Bedagai yang mengatakan bahwa sebanyak 300 KK di Dusun IV Desa Kota Galuh seluruhnya penyewa dari Yayasan Darwisyah. Kita juga sudah pegang bukti surat sewa menyewanya, kita juga sudah pegang copy kwitansi yang diduga kwitansi panjar jual beli antara Yayasan Darwisyah kepada Andy alias A'eng Jumbo seluas 1.175 Rante atau 47 HA dengan harga Rp.71.000.000,- nah ini apa namanya kalau bukan mafia tanah, tidak punya alas hak, dan Yayasan Darwisyah juga sudah 2 kali kalah dengan Nurhayati, jadi apalagi yang mau kalian sebarkan opini sesat kepada masyarakat," ujar Dedi geram.
Sementara T. Raja Gamal Telunjuk Alam juga mengklarifikasi pernyataan para narasumber yang di undang Aeng, untuk OK Saidin yang mengatakan Grand Sultan 102/1924 berada pada Poltax Taxi di Jalan Brigjend Katamso Medan.
"Saya jelaskan Grand Sultan 102 Poltax Taxi Medan ini luasnya hanya 1 HA lebih saja dan mengeluarkan Grand Sultand itu Kesultanan Deli, sedangkan Grand Sultan 102/1924 yang saya miliki dan sudah saya jual kepada Nurhayati itu luasnya 64 HA dan yang mengeluarkan Sultan Sulaiman Sinar Raja Negeri Serdang dan diserahterimakan kepada Pengeran Bedagai Tengku Zainal Al Rasyid pada 17 Mei 1924 dan selanjutnya berpindah haknya kepada Tengku Ain Al Rasyid yang merupakan ayah saya sendiri pada 28 Desember 1943, dan pada tanggal 17 Januari 1971 Ayah saya menyerahkan kepada saya dan pada Tanggal 27 Juli 1979 saya menjualnya kepada T. Nurhayati dengan perjanjian jual beli diatas segel dan diketahui Kota Praja kota Medan, karena dulunya lahan seluas 64 HA hanya boleh dijual kepada kerabat kerajaan saja, dan Nurhayati merupakan anak dari T.Bolina yang merukan Zuriat atau keturunan Raja," tegas T. Raja Gamal Telunjuk Alam.
Selain itu yang perlu diklarifikasi atas pernyataan Sultan Deli ke-14, Sultan Mahmud Aria Lamantjiji Perkasa Alamsyah, bahwa Tengku Gamaluddin itu tidak memiliki tanah di Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai.
"Itu tidak benar Tengku Gamaluddin jual tanah seluas 64 hektar ke Nurhayati. ."Gelar Tengku Gamaluddin "Telunjuk Alam", itu tidak benar, sebab tidak ada institusi Kerajaan Sultan Deli mengeluarkan gelar kepada kerabat dengan gelar "Telunjuk Alam," semuanya saya bantah dan tidak benar," katanya.
"Pertama nama saya bukan Tengku Gamaluddin melainkan Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam, dan telunjuk alam itu bukan gelar, dan katanya saya tidak punya tanah, dan buktinya Grand sultan 102/1924 itu diturunkan dari Sultan Sulaiman Sinar Raja Negeri Serdang kepada Pangeran Bedagai Tengku Zainal Al Rasyid dan berpindah kepada ayah saya Tengku Ain Al Rasyid dan berpindah ke Saya Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam dan saya ganti rugikan ke T.Nurhayati pada Tahun 1979, jadi perjalanan Grand Sultan 102/1979 itu jelas sesuai terjemahan Dosen Program Studi Bahasa Arab USU," jelas Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam.
Sementara itu, T. Nuhayati menegaskan, apapun yang disebarkan opini negative tentangnya, Nurhayati samasekali tidak begeming.
"Saya tidak peduli dengan opini dan isu negativ tentang saya, ada yang persoalkan silsilah, surat palsu, yang jelas saya sudah dimenangkan pihak MA dan sudah berkekuatan hukum tetap atau Inkrah," pungkasnya.
"Dan saat ini saya minta pihak PN Sei Rampah untuk menyegerakan kontatering ulang dan eksekusi, jangan di perlama lagi karena semua yang diminta PN Sei Rampah mulai dari biaya sekum, anmaning dan biaya pengamanan sudah saya lunasi semuanya sesuai permintaan pihak PN Sei Rampah, dan saya tidak mau lagi kena perdaya sama pihak PN Sei Rampah yang melakukan konstatering atau pra eksekusi tanpa menurunkan pihak pengamanan sehingga saya dirugikan dimana dua orang keluarga saya dianiaya puluhan orang diduga warga suruhan," demikian dipaparkan Nurhayati.