bulat.co.id -JAKARTA
| Masyarakat harus lebih berhati-hati dengan modus-modus yang dilakukan pelaku
kejahatan. Pasalnya, berbagai modus yang dilancarkan kerap menjebak dan
berujung pada kerugian harta benda dari para korban.
Seperti yang belum lama ini beredar media sosial,
seorang pengendara sepeda motor diberhentikan oleh pria mengaku dari juru tagih
leasing atau debt collector. Namun, hal tersebut merupakan kedok pelaku kejahatan
untuk merampas motor.
Baca Juga :KPK Amankan 10 Orang Dalam OTT Basarnas
Dalam unggahan di akun TikTok ikmaladamfadill27,
kronologi kejadian terjadi di Lenteng Agung arah pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Awalnya, teman pemilik motor ingin berangkat kerja pada siang hari memakai
motor pinjaman Honda Vario.
Kemudian dia dipepet oleh seseorang sampai berhenti.
Sang pelaku menyebut dia berasal dari leasing dan ingin menarik motor. "Si
pelaku ini bilang kalo dia dari leasing, karena pas diberhentiin dia nyebut
nama yang ada di STNK motor gw. Begonya temen gw dia mala ngasih unjuk STNK dan
emang bener nama yang disebut sesuai ama di STNK,"tulis keterangan
unggahan dikutip Rabu (26/7/2023).
"Alhasil motor dan STNK pun di ambil ama
pelaku. Temen gw sempet disuruh nyetir arah kantor pelaku, tapi pas mau digas
temen gw dijatohin arah trotoar pelaku gaspoolll arah pasar minggu. Nah di
posisi ini gw kurang respect ama org2 yg lalu lalang disitu karena tmn gw udah
teriak ga da yang peduli brooo," tulisnya.
Bicara soal tugas debt collector harus memiliki
etika saat melakukan penagihan. Salah satunya menggunakan identitas resmi dari
bank atau pemberi kredit yang dilengkapi dengan foto diri. Dalam menjalankan
tugasnya setiap debt collector wajib dilengkapi dengan membawa surat kuasa
eksekusi. Termasuk sertifikat fidusia, surat somasi, dan bukti bahwa telah
tersertifikat sebagai agen penagihan dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan
Indonesia (APPI).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal larangan penagih
utang atau debt collector menggunakan kekerasan dalam menagih utang konsumen. (INSTAGRAM/@ojkindonesia)
Niko Kurniawan dari bagian penjualan, pelayanan dan distribusi Adira Finance
mengatakan, dalam menghindari kasus penipuan debt collector, konsumen
sebenarnya bisa dengan mudah membedakan debt collector yang asli atau tidak.
Baca Juga :Cinta Mega Dicopot dari DPRD DKI Gegara Main Game Candy Crush saat Paripurna
"Kalau merasa tidak pernah kredit kendaraan atau merasa cicilannya selama ini
lancar, tidak ada pemberitahuan macet dan lain-lain. Artinya debt collector
yang menghadang konsumen itu pasti
begal bukan debt collector LP (lembaga
penjamin)," kata Niko belum lama ini.
Lantas bisakah debt collector nakal dikenai pidana?
Dilansir dari Hukum Online, ada ketentuan pidana yang mengancam debt collector,
bila melakukan penagihan yang tidak sesuai dengan etika yang telah diterangkan.
Jika melakukan penagihan dengan kekerasan, debt collector dapat dijerat dengan
pasal penganiayaan Pasal 351 KUHP. Pasal 351 KUHP menerangkan bahwa
penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kemudian, jika perbuatan tersebut mengakibatkan
luka-luka berat, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Kemudian, apabila penagihan menggunakan kata-kata kasar dan dilakukan di muka
umum, debt collector dapat dipidana dengan pasal penghinaan yaitu Pasal 310
angka 1 KUHP.
Pasal 310 angka 1
KUHP menerangkan bahwa barang siapa yang sengaja menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal
itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500. (dhan/kmp)