Apabila peninjauan kembali terus dilakukan hingga KUHP berlaku, jelas Eddy, maka aturan yang digunakan merupakan aturan yang menguntungkan.
"Sampai KUHP itu berlaku maka berdasarkan pasal 3 KUHP Nasional terperiksa, terlapor, tersangka, terdakwa, terpidana harus digunakan aturan yang lebih menguntungkan karena terjadi perubahan perundang-undangan. Artinya kalau ini sampai dengan 2026, maka yang menguntungkan adalah KUHP Nasional masa percobaan 10 tahun," tuturnya.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Adapun tahap selanjutnya adalah pemeriksaan fakta di tingkat banding di Pengadilan Tinggi. Lalu, pemeriksaan penerapan hukum pada peristiwa di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Menurut Fickar, putusan hukuman mati itu tak bisa sembarang dilaksanakan. Ia menjelaskan hukum pidana mengatur perkara yang divonis hukuman mati mesti diperiksa banding dan kasasi.
Proses tersebut mesti tetap dijalani terlepas dari diminta atau tidaknya oleh para pihak. Sebab, kata dia, putusan itumenyangkut nyawa seseorang.
"Hukum pidana itu begitu. Jadi enggak boleh hukuman mati itu hanya diperiksa Pengadilan Negeri terus langsung dilaksanakan, enggak boleh. Dia harus diperiksa ke atas samapai dua tingkat lagi. Makanya hukum pidana itu begitu, supaya kebenaran materiil-nya benar-benar materiil," jelas Fickar, dilansir dari CNN Indonesia, Selasa (14/2).
Pada perkara Sambo, Fickar menilai putusan hakim di tingkat banding akan sama dengan putusan hakim di tingkat Pengadilan Negeri. Kecuali, hakim di Pengadilan Tinggi memiliki perspektif lain.
"(Putusan di tingkat banding) Ditolak...Karena isinya sama dengan Pengadilan Negeri yang menilai fakta juga, itu pasti akan ditolak putusannya," tutur Fickar.
Fickar menyebut proses hingga tingkat kasasi idealnya selesai selama 9 bulan. Namun, tidak ada batasan maksimal yang mengatur terkait hal itu. Lama atau tidaknya putusan diberikan, kata dia, tergantung oleh hakim.
Kendati demikian, yang menjadi perhatian adalah kewenangan waktu penahanan di tiap tingkat peradilan yang terbatas. Ia menyebut hal itu penting diperhatikan guna memastikan pihak yang tengah berhadapan dengan hukum tidak lepas dari tahanan.
Lebih lanjut, Fickar menjelaskan setelah putusan kasasi menyatakan perkara sudah inkrah, terpidana masih diberi kesempatan untuk peninjauan kembali (PK) selama 2-3 tahun untuk menunggu kemungkinan bukti baru atau kekhilafan hakim.
"Betul (PK setelah inkrah). Karena hukuman mati itu menyangkut nyawa orang. Karena itu ditunggu seinkrah-inkrah-nya. Sampai sudah habis upaya hukumnya, baru itu (eksekusi) dilaksanakan," kata dia.
Adapun Fickar menjabarkan beberapa skenario yang dapat terjadi pada perkara Sambo.
Pertama, jika Sambo tetap dijatuhkan hukuman mati setelah upaya hukum telah habis, maka proses eksekusinya harus dilaksanakan sebelum awal 2026 (mulai berlakunya KUHP baru) agar tidak harus menggunakan ketentuan pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo).
Kedua, jika hukuman Sambo sudah inkrah tetapi belum dieksekusi sebelum KUHP baru mulai berlaku, maka Sambo mesti tetap dieksekusi dengan catatan aturannya mengikuti peraturan yang baru.
"Kalau sudah dijatuhi hukuman dan inkrah, maka tetap harus dieksekusi, tetapi aturan eksekusinya mengikuti yang baru," jelas dia.
Ketiga, jika KUHP baru sudah berlaku dan Sambo belum dieksekusi, maka akan berlaku ketentuan 'transisi' yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung 'masa tunggu' yang sudah dijalani dan juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut.
"Ya 'pelaksanaannya' mengikuti yang baru termasuk tentang 'masa tunggu' dan 'perubahan sikap' berdasarkan Undang-undang yang baru," imbuhnya.