bulat.co.id -
JAKARTA | Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (
KSPI)
menolak program iuran tabungan perumahan rakyat (
Tapera) yang baru saja diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Iuran Tapera tersebut akan memotong gaji pekerja sebesar 3% per bulan.
Hal itu diungkap Presiden Partai Buruh dan KSPI Said Iqbal. Ia menyebut, skema yang digunakan dalam program perumahan untuk rakyat tersebut tidak tepat. Seharusnya pemerintah menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat.
"Dalam UUD 1945, negara diperintahkan untuk menyiapkan dan menyediakan perumahan sebagai hak rakyat. Hal ini juga masuk dalam 13 platform Partai Buruh, di mana jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan kami perjuangkan. Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat," kata Said Iqbal, Kamis (30/5/2024).
Said Iqbal menuturkan, ada beberapa alasan program Tapera tersebut belum tepat dijalankan saat ini. Pertama, menurutnya, belum ada kejelasan apakah setelah mengikuti program tersebut, buruh atau peserta Tapera akan otomatis mendapat rumah.
Menurutnya hitung-hitungan iuran yang 3% gaji per bulan juga tidak mencukupi bagi buruh untuk membeli rumah meski sudah masuk usia pensiun.
"Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK," tuturnya.
Saat ini upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Jika dipotong 3% per bulan, maka iurannya adalah sekitar Rp 105.000/bulan atau Rp 1.260.000/tahun. Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10-20 tahun ke depan uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.
"Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah," ucapnya.
Sehingga menurutnya mustahil bagi buruh memiliki rumah dengan skema Tapera tersebut. Justru hal itu membebani buruh karena upah bulanan mereka dipotong.
"Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah," tambah Said Iqbal.
Alasan kedua Tapera belum tepat dijalankan saat ini, lanjutnya, sebab dalam lima tahun terakhir upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30%. Sehingga jika gaji mereka dipotong lagi untuk Tapera, beban hidup buruh akan semakin berat.
"Dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat," kata Said Iqbal, yang sekaligus menjadi alasan ketiga mengapa Tapera tidak tepat dijalankan sekarang.
Menurutnya, dalam program Tapera tersebut tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan.
Ia juga menyebut program itu dipaksakan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI//Polri dan masyarakat umum.
"Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN. Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera," imbuhnya.
Berikut usulan Partai Buruh dan KSPI terkait program Tapera:
1. Merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, bentuk yang nyaman/layak, dan lingkungan yang sehat di mana pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.
2. Meminta pengusaha membayar iuran sebesar 8%, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh membayar iuran 0,5%. Total akumulasi dana tabungan sosial itu dinilai bisa membuat peserta Tapera memiliki rumah saat pensiun. Bagi peserta yang sudah memiliki rumah, maka tabungan sosial tersebut bisa dicairkan di akhir pensiunnya untuk memperbaiki atau memperbesar rumah yang sudah dimilikinya.
3. Program Tapera jangan dijalankan sekarang, tapi perlu kajian ulang dan pengawasan terhindarnya korupsi hingga program ini siap dijalankan dengan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera.
4. Naikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh. Agar upah bisa layak, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi biang keladi upah murah di Indonesia.