bulat.co.id -Sejauh ini baru dua partai politik pemilik kursi
DPR yang mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.Dua partai yang dimaksud pun bukan koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, yakni
Partai Demokrat dan PKS.
Sikap partai-partai politik di
DPR menjadi penting karena nasib
Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang atau tidak tergantung dari sikap mereka.
Baca Juga:Partai Buruh Sumut Tolak Perppu Cipta Kerja, Akan Gugat Secara Hukum dan Ancam Aksi">Partai Buruh Sumut Tolak Perppu Cipta Kerja, Akan Gugat Secara Hukum dan Ancam Aksi
Demokrat Kritik Keras
Ketua Umum
Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik langkah pemerintah yang menerbitkan Perppu. Pasalnya, itu tidak sesuai dengan kehendak Mahkamah Konstitusi (MK).
"Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu," ucap AHY lewat akun Twitter miliknya.
Dilansir dari CNN Indonesia, Rabu (4/1/2023), ia mengatakan penerbitan
Perppu Cipta Kerja merupakan kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.
Buktinya, lanjut AHY, koalisi masyarakat sipil hingga kalangan pekerja melontarkan kritik terhadap
Perppu tersebut.
"Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah dengan masalah," kata AHY.
PKS Anggap Bencana
Sekretaris Fraksi PKS
DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menganggap penerbitan
Perppu Cipta Kerja mencederai kehidupan bernegara.
Dia menekankan bahwa MK mengamanatkan agar pemerintah bersama
DPR memperbaiki UU
Cipta Kerja dengan lebih partisipatif. Namun, Presiden
Jokowi juga mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu.
"Kehadiran
Perppu nomor 2 tahun 2022 ini dapat dikatakan sebagai satu bencana undang-undang, karena berpotensi mengganggu, merusak serta merugikan kehidupan bernegara yang demokratis dan mencederai ketundukan pada hierarki perundang-undangan di negeri ini," ucap Ledia.
Ledia menjelaskan bahwa pemerintah masih memiliki waktu hingga November 2023 untuk memperbaiki UU
Cipta Kerja seperti yang diberikan oleh MK.
Akan tetapi, pemerintah justru menggampangkan pola pembuatan peraturan perundang-undangan dan mengabaikan kehendak MK.
"Tetapi yang dipilih secara sadar justru menerbitkan Perppu, yang berarti mengabaikan perlunya pelibatan publik, abai pada ketundukan pada hierarki perundang-undangan, dan melecehkan
DPR yang menurut UUD NRI 1945 pasal 20 ayat 1 dan 2 memiliki kuasa membentuk undang-undang bersama Presiden," jelas Ledia.