bulat.co.id - Pengacara menyebut Gubernur Papua Lukas Enembe telah ditetapkan tersangka oleh KPK. Lukas menjadi tersangka terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi Rp 1 miliar.
Koordinator tim kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, mengatakan kliennya menjadi tersangka di KPK sejak 5 September 2022. Oleh sebab itulah KPK melakukan pemanggilan kepada Lukas Enembe sebagai tersangka di Mako Brimob Kotaraja, Kota Jayapura, Papua, Senin (12/9/2022) kemarin.
"Saya mendapat informasi bahwa perkara ini sudah penyidikan, itu artinya sudah ada tersangka. Ada surat dari KPK, 5 September bapak gubernur sudah jadi tersangka, padahal pak gubernur sama sekali belum didengar keterangannya," kata Roy kepada wartawan di Mako Brimob Polda Papua, seperti dikutip dari detikSulsel.
Roy menegaskan KUHP menyatakan seseorang yang dijadikan sebagai tersangka harus ada dua alat bukti dan sudah diperiksa sesuai keputusan MK Nomor 21 tahun 2014.
"Kita menyayangkan sikap KPK yang tidak profesional seperti ini," sambung Roy.
Lukas Diduga Terima Rp 1 Miliar terkait Berobat ke Singapura
Roy mengaku tim hukum telah mendapat keterangan dari Lukas Enembe atas kasus yang dia hadapi. Menurutnya, gratifikasi dana sebesar Rp 1 miliar yang masuk ke rekening Lukas Enembe adalah dana pribadi yang bersangkutan untuk berobat di Singapura pada Maret 2020.
"Uang itu dikirim Mei 2020 karena pak gubernur mau berobat. Kalau dibilang kriminalisasi, iya kriminalisasi karena memalukan seorang gubernur menerima gratifikasi Rp 1 miliar, gratifikasi kok melalui transfer, memalukan," tuturnya.
Roy menegaskan proses hukum tersebut sangat aneh karena sebelumnya Lukas Enembe pernah dipanggil KPK sebagai saksi atas kasus berbeda. Namun Lukas Enembe belum dapat memenuhi panggilan tersebut karena alasan kesehatan.
"Panggilan itu ada tapi bukan perkara ini karena deliknya Pasal 3 bukan Pasal 5, 11 dan 12 tentang gratifikasi, tapi itu kaitannya dengan penyelidikan, saat itu bapak sedang sakit jadi tidak bisa hadir," kata dia.
detikcom mengonfirmasi Humas KPK M Ali Fikri perihal penetapan Gubernur Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi seperti klaim tim kuasa hukumnya. Hanya saja Ali Fikri belum menanggapinya.
Lukas Tak Hadiri Pemeriksaan
Lukas sendiri tidak memenuhi panggilan KPK ke Mako Brimob Polda Papua. Lukas Enembe disebut sakit sehingga diwakili oleh kuasa hukumnya, Stephanus Roy Rening, serta tim dan Juru Bicara Gubernur Papua Muhammad Rifai Darus.
Juru bicara Gubernur Papua, Muhammad Rifai Darus, mengatakan alasan ketidakhadiran Gubernur Papua Lukas Enembe karena sakit, mengingat hingga kini kondisinya belum pulih betul.
"Kaki Gubernur Papua masih bengkak, sehingga sulit jalan dan pita suaranya juga terganggu," kata Rifai Darus di Jayapura, dilansir Antara, Senin (12/9/2022).
Menurut Rifai, sejak Minggu (11/9) kemarin kondisi Gubernur Papua tidak dimungkinkan untuk hadir memenuhi panggilan KPK pada Senin (12/9).
Namun Gubernur Papua berpesan menjadi Gubernur Papua selama 10 tahun, tidak pernah menerima satu persen pun uang dari pengusaha, selalu menggunakan APBD sesuai peruntukannya," ujarnya.
Kemendagri: Pemberian Izin Lukas ke LN Tak Terkait KPK
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, mengatakan izin berobat yang diberikan kepada Gubernur Papua Lukas Enembe tidak ada kaitannya dengan proses hukum di KPK. Dia menegaskan izin itu juga tak ada kaitannya dengan penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka oleh KPK.
"Pertama, tidak ada korelasi atau hubungan peristiwa apapun antara surat izin berobat yang dikeluarkan Kemendagri dengan momentum langkah hukum KPK di dalam menetapkan status tersangka atas Gubernur Lukas Enembe," kata Kastorius melalui keterangan tertulis, Senin (12/9/2020).
Kastoirus mengatakan surat izin yang diberikan kepada Lukas Enembe sudah memenuhi persyaratan. Dilansir detikcom, Ia menyebut Kemendagri tidak mengetahui soal proses hukum oleh KPK terhadap Lukas Enembe.
"Kedua, surat Izin berobat ke LN yang diajukan oleh Gubernur Lukas Enembe ke Bapak Mendagri pada tanggal 31 Agustus 2022 lalu telah memenuhi syarat serta melewati mekanisme dan prosedur formal sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Dalam penerbitan izin, Kemendagri tidak mengetahui atau tidak memiliki informasi apapun tentang adanya rencana penetapan status tersangka yang bersangkutan," ujarnya. (Red)