Sudah setahun berlalu tanpa sehari pun keadaan membaik di Gaza. Keluarga-keluarga Gaza terus mengalami penderitaan yang tak terkatakan, hingga pengungsian, penyakit, kelaparan, dan kematian menjadi kondisi sehari-hari bagi dua juta orang yang terjebak di daerah kantong yang diisolasi dan dibombardir tersebut.
Daerah Gaza, yang banyak dihuni oleh warga sipil, harus menanggung beban perang.
Bahkan lebih dari 220 anggota tim UNRWA terbunuh, jumlah kematian tertinggi dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Konflik ini menyebabkan anak-anak merupakan kelompok yang pertama dan paling terdampak.
Mereka mengalami trauma yang tidak mudah diatasi, selain pengalaman menyaksikan pembunuhan dan luka-luka, banyak di antara mereka yang mengalami bekas luka batin yang akan berdampak pada kehidupannya di masa depan.
Lebih dari 650.000 anak terpaksa harus kehilangan setahun masa belajar mereka, karena tidak dapat bersekolah yang semestinya. Mereka harus memilah-milah reruntuhan dengan rasa takut dan putus asa, hanya untuk bertahan hidup.
Lazzarini memperingatkan bahwa penghancuran infrastruktur penting di Gaza sudah mencapai tingkat yang sangat parah.
Lebih dari dua pertiga bangunan UNRWA di Gaza sudah hancur dan tidak dapat digunakan, dan sebagian besarnya dimanfaatkan untuk pengungsian di bawah bendera PBB.
Meskipun setahun telah berlalu, masyarakat Gaza masih sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari masyarakat internasional.
Perlu adanya kerja sama untuk memperbaiki keadaan di Gaza dan meringankan beban yang harus ditanggung oleh masyarakat sipil yang tak bersalah.