bulat.co.id -Israel dilaporkan memiliki rencana besar untuk
membangun 5.700 unit ruma Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat,Palestina.
Rencana besar itupun ditentang Amerika Serikat (AS)
karena dinilai menjadi hambatan dalam upaya perdamaian antaraIsrail dan
Palestina.
Baca Juga :Fakta Dibalik Tewasnya Warga Gresik Yang Kedapatan Mencuri Kunyit
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller
seperti dikutip Financial Times, menyebutkan, Pemerintah AS sangat terganggu
dengan kabar pembangunan permukiman baru tersebut.
Informasi yang diperoleh, pembangunan rumah tersebut
merupakan bagian dari percepatan perluasan permukiman oleh pemerintahan Perdana
Menteri (PM)IsraelBenjamin Netanyahu. Dengan
tambahan itu, total unit rumah baru yang dikembangkan pada tahun ini menjadi
lebih dari 13 ribu. Angka tersebut hampir tiga kali lipat dibandingkan angka
tahun lalu.
Diketahui, Tepi Barat
didudukiIsraelsejak
1967. Komunitas internasional menganggap permukiman di Tepi Barat itu ilegal.
Peace Now, sebuah kelompok advokasiIsraelyang memantau
permukiman, mengungkapkan bahwa jumlah unit rumah baru di Tepi Barat yang
diumumkan tahun ini adalah yang tertinggi sejakIsraelmulai
mengumpulkan data sistematis pada 2012. PemerintahIsraelmempercepat
laju menuju aneksasi penuh Tepi Barat.
Baca Juga :40 Napi Status High Risk di Jatim Dipindah Ke Nusakambangan
Keputusan pembangunan unit rumah baru itu datang
pada saat terjadi ketegangan di Tepi Barat. Kekerasan di wilayah tersebut
melonjak sejak pemerintahan Netanyahu mulai menjabat Desember tahun lalu. Hal
itu memicu kekhawatiran terjadinya konflikIsrael-Palestinadapat
menuju eskalasi yang lebih luas.
Data terbaru PBB, pasukanIsraeltelah
menewaskan 114 wargaPalestinadi
Tepi Barat tahun ini. Sebaliknya, wargaPalestinatelah
menewaskan 16 orangIsrael.
Tingkat serangan terhadap wargaPalestinadan
properti mereka juga melonjak 16 persen dibandingkan tahun lalu.
Pada Senin (26/6) AS menghentikan kerja sama
penelitian sains dan teknologi dengan institusiIsraeldi Tepi Barat,
Jerusalem Timur, dan Dataran Tinggi Golan. Sejatinya kebijakan itu sudah
berlangsung lama.
Namun, di era
Presiden
AS Donald Trump, kebijakan tersebut dicabut. Saat itu PM Netanyahu dan
Duta Besar
AS David Friedman menandatangani perjanjian yang menghapus semua
batasan geografis sebelumnya dari kerja sama ilmiah kedua negara.
(dhan/jp)