bulat.co.id -NEW YORK | Harga minyakmentah berjangka dibuka menguat pada Minggu (8/10/23) malam waktu Amerika Serikat (AS) karena para trader merespons serangan Hamas Pelestina terhadap Israel.
Hal ini meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memicu kekhawatiran prospek pasokan minyak mentah.
Dikutip dariMarketwatch, Senin (9/10/23), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) acuan AS untuk pengiriman November naik US$ 3,60 atau 4,4% menjadi US$ 86,39 di New York Mercantile Exchange. Sementara harga minyak mentah Brent bulan Desember patokan global, naik US$ 3,54 atau 3,2% menjadi US$ 88,11 per barel di ICE Futures Europe.
Baca Juga :Gempa Afganistan Tewaskan Lebih 2.400 Orang, 1.320 Rumah Rusak
Para trader minyak fokus ke Iran setelah serangan militan Hamas ke Israel akhir pekan lalu di berbagai sektor yang didukung Teheran.The Wall Street Journalmelaporkan bahwa pejabat keamanan Iran membantu Hamas merencanakan serangan tersebut, yang menyebabkan 700 warga Israel tewas.
Selain itu, puluhan warga negara dan tentara Israel diculik.
Sementara Israel membalas dengan menggempur Gaza. Jumlah korban tewas dilaporkan mencapai ratusan.
Para analis mengatakan jika keterlibatan Iran terbukti, dapat memicu AS meningkatkan sanksi terhadap ekspor minyak mentah negara tersebut, yang telah kembali ke tingkat sebelum tahun 2018 dalam beberapa bulan terakhir.
"Harga minyak cenderung naik secara berkelanjutan setelah krisis di Timur Tengah," kata Direktur SPI Asset Management, Stephen Innes, dalam sebuah catatan.
Harga minyak turun pekan lalu, setelah Brent bergerak hanya beberapa dolar dari ambang batas US$ 100 per barel bulan lalu. Sementara WTI sempat mencapai US$ 95 per barel untuk pertama kalinya dalam setahun.
Baca Juga :14 Orang Tewas dan 102 Hilang Diterjang Banjir Bandang di Timur Laut India
Beberapa analis memperkirakan produksi minyak mentah Iran mencapai 3 juta barel per hari dengan ekspor 2 juta barel per hari, tingkat tertinggi sejak Pemerintahan Donadl Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran pada 2018, menurutWall Street Journal.
Sementara penjualan minyak Iran turun menjadi sekitar 400.000 barel per hari pada 2020 karena AS menerapkan kembali sanksi.