Kejati Sumut Membuka Jalan Damai: Penerapan Keadilan Restoratif dalam Kasus Pidana

Dedi S - Minggu, 28 Juli 2024 13:00 WIB
Kejati Sumut Membuka Jalan Damai: Penerapan Keadilan Restoratif dalam Kasus Pidana
Penkum Kejatisu
bulat.co.id -MEDAN I Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) tengah menjadi sorotan dengan inisiatifnya menerapkan keadilan restoratif dalam penanganan dua kasus pidana, yakni kecelakaan lalu lintas dan penganiayaan.

Langkah ini menandai sebuah pergeseran paradigma dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, yang semakin menekankan pada pemulihan daripada sekadar hukuman.

Dalam sebuah ekspose virtual pada Kamis (25/7/2024), Kepala Kejati Sumut, Idianto, menyampaikan usulan penghentian penuntutan untuk kedua kasus tersebut kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum.

Alasan di balik keputusan ini adalah adanya perdamaian antara pelaku dan korban, serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan.


Apa itu Keadilan Restoratif?

Keadilan restoratif adalah sebuah pendekatan dalam penanganan tindak pidana yang menempatkan pemulihan akibat kejahatan sebagai prioritas utama.

Berbeda dengan sistem peradilan pidana konvensional yang berfokus pada hukuman terhadap pelaku, keadilan restoratif melibatkan semua pihak yang terdampak oleh kejahatan, termasuk korban, pelaku, dan masyarakat.

Tujuannya adalah untuk memperbaiki hubungan yang rusak, memulihkan rasa aman, dan mencegah terjadinya tindak pidana serupa di masa depan.


Mengapa Keadilan Restoratif Dipilih?

Dalam kasus yang diajukan oleh Kejati Sumut, terdapat beberapa alasan kuat mengapa keadilan restoratif dianggap sebagai solusi yang lebih efektif:

Perdamaian antara pelaku dan korban: Adanya kesepakatan damai menunjukkan komitmen kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.

Pelaku pertama kali: Bagi pelaku yang baru pertama kali melakukan tindak pidana, kesempatan untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatannya sangatlah penting.

Kerugian materiil yang terbatas: Besarnya kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan sehingga dapat diselesaikan melalui mekanisme perdamaian.

Ancaman hukuman yang ringan: Jenis tindak pidana yang dilakukan tidak termasuk dalam kategori kejahatan serius yang memerlukan hukuman berat.


Dampak Penerapan Keadilan Restoratif

Penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini diharapkan dapat memberikan beberapa dampak positif, antara lain:

Memulihkan hubungan: Korban dapat merasa lebih puas karena kebutuhannya untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan telah terpenuhi. Pelaku juga memiliki kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan korban dan masyarakat.

Mencegah terjadinya tindak pidana ulang: Dengan melibatkan pelaku dalam proses pemulihan, diharapkan mereka akan lebih bertanggung jawab atas perbuatannya dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Memperkuat rasa keadilan masyarakat: Keadilan restoratif menunjukkan bahwa sistem peradilan tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada upaya untuk membangun masyarakat yang lebih baik.


Tantangan dan Peluang

Meskipun keadilan restoratif menawarkan banyak manfaat, penerapannya juga dihadapkan pada beberapa tantangan, seperti:

Standarisasi prosedur: Perlu adanya pedoman yang jelas dan seragam dalam penerapan keadilan restoratif agar tidak terjadi penyalahgunaan.

Peran aktif masyarakat: Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam proses restoratif agar dapat memberikan dukungan dan pengawasan.

Inisiatif Kejati Sumut dalam menerapkan keadilan restoratif merupakan langkah yang patut diapresiasi.

Dengan pendekatan yang lebih humanis dan restorative, diharapkan sistem peradilan pidana di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dalam mengatasi permasalahan kejahatan dan membangun masyarakat yang lebih adil dan damai.

Penulis
: Redaksi
Editor
: Dedi S
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru