bulat.co.id -
MEDAN I Terjadi insiden mengejutkan saat sidang WS, seorang terdakwa dengan kebutaan sejak tahun 2014, berlangsung di Cakra 2 Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Medan, Rabu (21/8/2024).
Ketika orangtua WS yang berada di ruang sidang untuk mendampingi anaknya, hakim Salahuddin secara tiba-tiba mengusir mereka bersama dengan Penasehat Hukum (PH) Rustam Tambunan SH yang meminta salinan berkas perkara kliennya.
Hal ini terjadi beberapa saat setelah majelis hakim memerintahkan panitera pengganti untuk memberikan salinan berkas tersebut kepada PH terdakwa pada sidang sebelumnya.
Kejadian itu bukanlah yang pertama kalinya, sebagaimana pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Elvina dari Kejaksaan Negeri Medan juga melakukan tindakan yang sama terhadap WS dengan memblokir handphone PH WS ketika akan meminta Nota Tuntutan Pidana terhadap terdakwa.
Bukan hanya itu, terdakwa WS bahkan tidak diberikan nota tersebut, sehingga Rustam Tambunan SH selaku PH tak mampu memberikan pledoi atau nota pembelaan.
Pada kesempatan sidang kali ini, PH WS, Rustam SH, meminta bahwa ia telah meminta salinan berkas tersebut melalui majelis hakim pada persidangan sebelumnya namun permintaannya tidak dipenuhi.
Ketika situasi diruang sidang panas, jawab menjawab antara hakim Salahuddin dan Rustam (PH) terjadi. Selama persidangan, wartawan yang mengikutinya memfilmkan kejadian tersebut.
Namun, hakim Salahuddin kemudian memukulkan palunya dengan emosi sekeras mungkin dan mengusir semua pengunjung yang ada di dalam ruang sidang, kecuali beberapa terdakwa yang akan menjalani sidang.
Belum cukup dengan itu, hakim juga memerintahkan pengacara terdakwa untuk keluar sidang, dan meminta pengacara Prodeo yang ada di PN Medan, sebagai PH terdakwa.
WS kemudian dibawa ke sel sementara yang berada di PN Medan, dan Ibu dari WS, yang menangis di luar ruangan sel, mengatakan bahwa anaknya tidak bersalah dan bahkan tidak mampu melakukan kejahatan yang didakwakan padanya.
Menurut ibu WS, terdakwa tidak dapat melihat dan bahkan tidak mampu mengajari seseorang untuk mengendarai sepeda motor, melawan fakta bahwa korban, yang dikatakan telah mengalami pelecehan, pernah diajarkan membawa sepeda motor oleh terdakwa.
Lebih lanjut, ibu WS menyatakan bahwa banyak kejanggalan dalam persidangan WS. Selain itu, barang bukti tidak pernah diperlihatkan di sidang, seperti CD korban yang diduga mengandung sperma, dan HP terdakwa tidak pernah dibuka di persidangan untuk mengetahui apakah ada chattingan antara terdakwa dan korban atau bukan.
Kasus ini menuai banyak kontroversi dan memunculkan kritik dari berbagai kalangan, karena tindakan hakim yang dianggap kurang manusiawi dalam mengeluarkan pengunjung dari ruang sidang tanpa alasan yang jelas, menimbulkan tanda tanya terhadap perlakuan terhadap terdakwa.
Semoga kasus WS bisa segera mendapat keputusan yang adil sesuai hukum dan kemanusiaan.