Dalam Sidang Praperadilan Ramli Sembiring, Begini Kata Ahli

Rahman - Selasa, 15 April 2025 12:23 WIB
Dalam Sidang Praperadilan Ramli Sembiring, Begini Kata Ahli
bulat.co.id - Medan | Sidang lanjutan praperadilan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring menghadirkan Dr. Dani Sintara, SH, MH sebagai saksi ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara guna memberikan keterangan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka sesuai dengan keahlian bidang pengetahuannya.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Phillip Mark Soentpiet di ruang Cakra VI, Pengadilan Negeri Medan pada Senin (14/4), Dani menjelaskan mengenai kewenangan penanganan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor). Ia memaparkan bahwa berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2024, Kapolri telah mendelegasikan kewenangan pemberantasan Tipikor kepada Korps Pemberantasan (Kortas) Tipikor.

Dani menegaskan bahwa di luar Kortas Tipikor, tidak ada lembaga lain yang berwenang melakukan pemberantasan Tipikor. Oleh karena itu, apabila suatu perkara korupsi ditangani oleh pihak kepolisian, maka lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan adalah Kortas Tipikor.

Ia juga menyatakan bahwa perkara yang sedang dibahas sebenarnya berkaitan dengan persoalan domain kewenangan. Menurutnya, perkara tersebut ditangani oleh Bareskrim Polri, padahal Kortas Tipikor telah terbentuk dan berfungsi.

"Sekarang ini sebenarnya masalah domain kewenangan, persoalan ini tadikan penanganan perkara ini dilakukan oleh Bareskrim Polri, sedangkan Kortas Tipikor sudah ada," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa jika penyidikan tetap dilakukan oleh Bareskrim Polri, maka tindakan tersebut telah melanggar aturan perundang-undangan dan dinilai cacat secara prosedural.

Menurut Dani, pelaksanaan penyidikan oleh Bareskrim tanpa dasar kewenangan merupakan pelanggaran, karena seharusnya kewenangan itu berada di tangan Kortas Tipikor. Namun, kenyataannya, Bareskrim yang tetap menjalankan proses penyidikan.

Setelah mendengarkan keterangan dari Dani sebagai ahli, Hakim Tunggal Phillip Mark Soentpiet melanjutkan sidang dengan mendengarkan keterangan dari dua ahli pidana lainnya, yaitu Dr. Panca Sarjana Putra, SH, MH dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), dan Dr. Andi Hakim Lubis, SH, MH dari Universitas Medan Area.

Sementara itu, Irwansyah Nasution, kuasa hukum dari Ramli Sembiring, menyampaikan bahwa perkara yang melibatkan kliennya seharusnya ditangani oleh Kortas Tipikor, bukan oleh Bareskrim Polri. Ia juga menyinggung ketentuan Pasal 109 KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130, yang mewajibkan penyidik untuk memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pelapor, terlapor, dan jaksa.

Irwansyah mengaku bahwa kliennya sama sekali tidak pernah menerima SPDP dari penyidik. Ia mempertanyakan hal tersebut kepada ahli dalam sidang, dan menurut penjelasan ahli, apabila penyidik melanggar salah satu standar operasional prosedur (SOP), maka proses hukum tersebut batal demi hukum.

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan soal barang bukti (barbuk) dan apakah wajib diperlihatkan kepada calon tersangka kasus korupsi. Ahli menjawab bahwa barang bukti memang wajib diperlihatkan, dan apabila tidak, maka proses penyidikan tersebut dianggap cacat dan tidak sah.

Menurut Irwansyah, dalam perkara ini, kliennya berstatus sebagai terlapor, sehingga seharusnya SPDP diterima oleh kliennya. Namun, hingga saat ini, pihaknya belum menerima dokumen tersebut. Ia menjelaskan bahwa dalam laporan internal penyidik, kliennya berstatus sebagai terlapor, sehingga berhak menerima SPDP. Bahkan, selama proses pemeriksaan, barang bukti pun tidak pernah diperlihatkan.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah memeriksa dokumen-dokumen dari pihak termohon I dan II. Namun, menurutnya, tidak ditemukan adanya barang bukti berupa penyitaan uang yang diduga hasil pemerasan oleh kliennya.

Dalam dokumen yang diserahkan oleh pihak termohon I, Irwansyah mengatakan tidak ditemukan berita acara penyitaan terhadap uang yang dimaksud. Padahal, menurut penyidik, kliennya diduga menyalahgunakan jabatan untuk memperoleh keuntungan, dengan nominal sebesar Rp431 juta dan Rp4,7 miliar. Namun, uang tersebut tidak disita, dan tidak terdapat berita acara penyitaannya.

Atas dasar itu, Irwansyah memohon kepada Hakim Tunggal Phillip Soentpiet agar memutuskan perkara praperadilan ini secara adil, tanpa takut terhadap tekanan dari pihak manapun.

"Kalau menurut hakim ada cacat administrasi yang dilakukan oleh penyidik, maka berilah putusan yang seadil-adilnya. Jangan pernah takut akan intervensi dari kekuasaan manapun. Berlakulah hakim sebagaimana hakim yang memberikan rasa keadilan," jelasnya.

Penulis
: Rahman
Editor
: Redaksi
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru