bulat.co.id - Seorang antropolog Jerman, Timo Duile telah mengungkap
sejarah tentang kuntilanak yang dianggap oleh sebagian masyarakat Indonesia
sebagai salah satu hantu perempuan menakutkan.
Penelitian Timo Duile telah dipublikasikan dalam Journal of
the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia pada 2020 dengan judul
"Kuntilanak: Ghost Narratives and Malay Modernity in Pontianak,
Indonesia".
Baca Juga: Nama-nama Tempat Wisata di Indonesia yang Aneh
Timo menuturkan bahwa kuntilanak tidak hanya menjadi ikon
budaya di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di beberapa negara di Asia
Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, serta bagian selatan
Filipina dan Thailand.
Di negara Malaysia dan Singapura, kuntilanak disebut
Pontianak, yakni perempuan dengan ciri-ciri seperti vampir: tertarik dengan
darah dan berbahaya bagi wanita yang melahirkan.
Sebagai mayat hidup, dia mengancam yang hidup karena dia
tidak dapat menemukan kedamaian. Dia memakai pakaian putih dan konon dia
biasanya tinggal di bawah pohon atau di hutan.
Kuntilanak Memiliki
Kaitan dengan Kota Pontianak
Studi yang dilakukan Timo menggunakan pendekatan objek
seputar manusia dan roh, terutama dalam sudut pandang orang-orang di Pontianak,
Kalimantan Barat.
Dalam studinya, seperti yang dilansir dari detikEdu, Senin (27/2/2023),
disebutkan bahwa orang-orang Pontianak mengklaim kotanya didirikan dengan
menggusur kuntilanak, yang mendiami pertemuan sungai Kapuas dan Landak sebelum
kota Pontianak dibangun.
Dulunya, daerah itu masih rawa-rawa dan hutan lebat.
Kemudian ada yang mengklaim bahwa nama 'Pontianak' berasal dari bahasa Melayu
po(ho)n ti(nggi), yang berarti 'pohon tinggi'.
Oleh karena itu, di kemudian hari muncul narasi kuntilanak
yang sering dihubungkan dengan pohon tinggi di pedesaan Kalimantan Barat.
"Artikel ini membahas hantu Kuntilanak/Pontianak,
sejenis vampir yang tidak hanya menghantui ingatan kolektif orang-orang di
ranah Melayu, tetapi juga berperan penting bagi kota Pontianak (ibu kota
provinsi Kalimantan Barat di Indonesia) sebagai roh pengusir yang menghantui,
menakutkan, dan tidak ada," tulis Timo dalam jurnalnya.
Sebuah Mitos dan Modus untuk Kemajuan Pemikiran
Timo juga mengemukakan, bahwa narasi tentang kuntilanak
adalah mitos dan modus 'pencerahan dalam arti luas', yaitu sebagai 'kemajuan
pemikiran'.
Tujuannya adalah untuk membebaskan manusia dan menempatkan
mereka sebagai penguasa.
Menurut Timo, narasi kuntilanak adalah konstitutif bagi
konsepsi diri kemelayuan modern sebagai identitas Islam yang beradab, sebagai
masyarakat madani.
"Dengan demikian, konsep ini kontras dengan alam
pedalaman Kalimantan yang liar dan menakutkan. Bukan hanya konsep diri
kemelayuan di Pontianak, tetapi juga masyarakat modern dan maju di negara
Indonesia, Malaysia, dan Singapura pada umumnya," terangnya.
Kuntilanak Mewujudkan Dimensi Traumatis
Meski begitu, Timo menekankan bahwa persepsi mitos ini ada
konsekuensinya. Sebab, kuntilanak telah mewujudkan dan mempertahankan dimensi traumatis
dari masyarakat lain.
Oleh karena itu, ketika berhadapan dengan masyarakat modern
dan narasi modern, Timo berpendapat bahwa faktor-faktor seperti agama dan
animisme tidak boleh dianggap sebagai kebalikan dari modernitas atau ontologi
modern/Barat.