bulat.co.id -Pemerintah
Indonesia menggalakkan
transformasi digital guna mempercepat pemulihan ekonomi. Namun persoalan
keamanan siber menjadi hal yang perlu jadi sorotan.
Transformasi
digital untuk mempercepat pemulihan
ekonomi ini menjadi agenda utama yang diangkat KTT G20 beberapa waktu lalu.
Indonesia selaku Presidensi G20, menyikapi bahwa
ekonomi digital adalah kunci masa depan, sebagai pilar ketahanan
ekonomi dan menyumbang 15,5% PDB global.
Baca Juga:Indonesia Berkurang Lagi">BI Sebut ULN Indonesia Berkurang Lagi
Akan tetapi, dengan meningkatnya perekonomian digital, risiko
keamanan siber juga meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir,
keamanan siber (cybersecurity) tidak hanya menjadi ancaman yang berkembang pesat, tetapi menjadi pertimbangan yang semakin penting bagi hampir setiap perusahaan dan pemerintah (kementerian/lembaga/instansi) di Indonesia.
Novel Ariyadi selaku Director, Data Privacy & Protection, BDO - Advisory menilai masih banyak perusahaan dan lembaga pemerintahan yang masih belum menyadari pentingnya membangun kepercayaan sektor digital.
"Padahal dengan semakin pesatnya penggunaan teknologi dalam bisnis dan juga kehidupan sehari-hari, risiko keamanan serta pelanggaran hukum bidang siber selalu mengintai," ujar Novel dalam webinar Cybersecurity and Privay Outlook 2023, seperti dilansir dari detikFinance, Minggu (18/12/2022).
Disampaikannya, kerugian yang bisa ditimbulkan akibat pelanggaran hukum siber dan penyalahgunaan data dapat menyebabkan rusaknya reputasi korporasi, kerugian materiil, terdampaknya bisnis secara signifikan, pencurian hak kekayaan intelektual, hingga risiko fatal akibat rentannya keamanan nasional.
"Sangatlah jelas bahwa perusahaan, pemerintah dan individu harus bersinergi dan berkolaborasi dengan erat. Kami harap webinar ini dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan siber yang aman dan nyaman demi kemajuan perekonomian
digital Indonesia," tutur Novel.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memandang bahwa kebocoran data akibat kejahatan siber (cybercrime) berpotensi menimbulkan kerugian
ekonomi hingga USD 5 triliun dolar pada tahun 2024 sehingga perlu dimitigasi melalui jaminan keamanan
digital (
digital security) dan pelindungan privasi (privacy protection).
Salah satu hal yang menjadi inti pembahasan G20 adalah bagaimana para pemangku kepentingan bisa mampu membangun kepercayaan sektor digital, termasuk melalui tata kelola
digital global (global data governance).
Hal ini juga yang mendorong pemerintah mengesahkan landasan hukum untuk memberikan keamanan atas data pribadi yang menjadi hak asasi manusia melalui Undang-Undang No. 27/Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada tanggal 17 Oktober 2022 yang lalu.