IMF Hingga OECD Beri Peringatan ke Indonesia

- Jumat, 06 Januari 2023 13:00 WIB
IMF Hingga OECD Beri Peringatan ke Indonesia
Istimewa
Ilustrasi
bulat.co.id -Tahun 2023 akan menjadi tahun yang lebih berat bagi Indonesia. Peringatan ini sudah diberikan oleh empat lembaga internasional, yakni International Monetary Fund (IMF), World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Empat lembaga internasional tersebut memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 secara tahunan (year on year/yoy) diperkirakan pada rentang 4,7% hingga 5%. Proyeksi ini berada di bawah perkiraan pemerintah sebesar 5,3%. Namun, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,3%.

Baca Juga:Pajak Karyawan Gaji Rp5 Juta Tak Ada Perubahan

Adapun, IMF mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.

Pertumbuhan 5% tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju lainnya, seperti Amerika Serikat yang diperkirakan 1,6% pada 2022 dan turun menjadi 1% pada 2023.

Kemudian, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (6/1/2023), World Bank atau Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023, dari 5,1% (year on year/yoy) menjadi 4,8%.

Rilis Bank Dunia edisi Desember 2022, memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,2% pada 2022, kemudian sedikit melambat menjadi 4,8% pada 2023, kemudian 4,9% pada 2024, dan naik menjadi 5% pada 2025.

"Dengan pertumbuhan yang diharapkan dapat dipertahankan rata-rata sebesar 4,9% dalam jangka menengah (2023-2025)," ujar Kahkonen dalam siaran resminya yang dirilis pertengahan Desember 2022.

Lebih lanjut, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2023 akan tumbuh sebesar 4,8% (year on year), lebih rendah dari perkiraan awal yang sebesar 5%.

Menurut laporan Asian Development Outlook edisi Desember 2022, laju ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mampu terjaga pada kisaran 5,4% (yoy) di tengah volatilitas ekonomi global.

Kendati demikian, pelemahan yang terjadi di negara-negara maju, membuat ADB memproyeksikan pertumbuhan di tanah air akan melambat. "PDB riil tumbuh tinggi mencapai 5,7% pada kuartal III-2022. Namun, hambatan-hambatan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi 2023 menjadi sebesar 4,8%," tulis ADB dalam laporannya.

Sementara itu, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam publikasi OECD Economic Outlook memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7% pada 2023, turun dari proyeksi awal yang sebesar 4,8%.

Proyeksi penurunan pertumbuhan OECD tersebut diperkirakan karena, adanya permintaan domestik dan pertumbuhan konsumsi di sektor swasta yang tertahan di tengah inflasi yang masih akan tinggi.

Selain bayangan inflasi, perekonomian domestik tahun depan juga masih dibayangi persoalan global terkait energi, pupuk dan pangan. Munculnya dinamika politik menjelang Pemilihan Presiden pada 2024 juga akan mulai terasa pada tahun depan.

OECD juga menilai ada sejumlah risiko yang bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.

"Kebijakan moneter harus tetap ketat, sementara dukungan untuk rumah tangga rentan harus tetap terjaga," jelas OECD.

Ramalan-ramalan dari lembaga internasional ini tidak bisa dianggap angin lalu. Pasalnya, ramalan ini disertai peringatan yang telah digaungkan berulang kali. Selain itu, kondisi perang di Ukraina dan pengetatan suku bunga di negara maju belum juga reda. Sementara itu, ekonomi China mulai 'batuk-batuk'.

IMF pun mengatakan bahwa sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam sebuah wawancara dengan CBS beberapa waktu lalu. Dia mengatakan tahun 2023 akan menjadi tahun yang sulit bagi perekonomian global karena mesin utama pertumbuhan global - Amerika Serikat, Eropa, dan China - semuanya mengalami pelemahan.

"Kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi. Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," kata Georgieva.

Respons Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyadari hal ini. Jokowi bahkan menyebutkan bahwa tahun 2023 adalah tahun ujian bagi Indonesia.

"Kalau kita melihat secara global tahun 2022 ini tahun turbulensi, tahun 2023 ini adalah tahun ujian. Kalau kita bisa melewati turbulensi kemarin di 2022, kita harapkan di tahun 2023 ini tahun ujian ini dilewati, Insya Allah lebih mudah di tahun 2024," kata Jokowi.

Namun, dia masih berharap Indonesia masih bisa tumbuh di kisaran 5% pada tahun ini.

Menteri Keuangan tahun 2014-2016 Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di atas 5% dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah mengupayakan agar investasi bisa tumbuh sebesar 6%.

"Pertumbuhan ekonomi kita 5% atau sedikit di bawah 5%. Tetapi apabila ada upaya pemerintah di sisi investasi dalam artian mendorong investasi tumbuh 6% atau bahkan 7%. Barangkali itu bisa sedikit mengangkat pertumbuhan ekonomi agar bisa tetap di atas 5%," kata Bambang dalam sebuah kesempatan pada Program Profit.

Langkah ini, kata Bambang, harus dilakukan. Jika tidak dilakukan, pertumbuhan Indonesia bisa jadi hanya mengikuti tren konsumsi rumah tangga dan 5% itu menjadi batas maksimal.

Punya Tabungan

Sejumlah lembaga internasional menyarankan perlunya Indonesia mengelola tantangan eksternal dengan baik guna mempertahankan pertumbuhan yang kuat. Kebijakan yang hati-hati adalah kunci.

Defisit APBN 2023 yang ditargetkan kurang dari 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau tepatnya 2,84% dari PDB, setara Rp 598,2 triliun. Mengembalikan defisit anggarannya ke tingkat sebelum krisis.

Hal tersebut dinilai oleh sejumlah lembaga internasional sebagai langkah yang baik, sebab defisit anggaran yang lebih kecil akan membantu menjaga inflasi tetap rendah dan posisi utang yang lebih baik.

Artinya, pemerintah memiliki banyak ruang untuk bisa merespons, jika sewaktu-waktu terjadi kondisi yang memburuk. Juga membangun kredibilitas Indonesia di mata investor, baik nasional dan internasional.

Pemerintahan Presiden Jokowi tampak sudah sangat siap dengan kondisi ini. Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ternyata menumpuk 'tabungan' yang jumlahnya fantastis di dalam kas negara. Tabungan di dalam kas negara bisa diandalkan sebagai bantalan pembiayaan jika ada kondisi darurat.
Kementerian Keuangan mencatat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2022 per Desember lalu telah mencapai Rp 119,2 triliun. Pada 2021, pemerintah juga memiliki SiLPA sebesar Rp 165 triliun. SiLPA ini akan menambah tumpukan Saldo Anggaran Lebih (SAL).

Adapun, SAL adalah gabungan SiLPA dari tahun ke tahun. Dengan melihat perhitungan di atas, maka SAL bisa menembus Rp 284,2 triliun hanya dari tahun anggaran 2021 dan 2022 saja.

Dengan SAL ini, pemerintah seharusnya memiliki ruang yang nyaman untuk bernafas, seraya mengembalikan defisit ke kisaran di bawah 3% pada 2023.

Penulis
:
Editor
:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru