bulat.co.id -
BINJAI | Kasus
kesalahan bayar yang menimpa anggota
DPRD Binjai tahun
2004-2009 masih bergulir
di Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat. Bahkan, persoalan ini menjadi
perbincangan hangat sejumlah kalangan masyarakat.
Di
samping pihak kejaksaan melakukan penyelidikan, sejumlah mantan anggota dewan
yang terlibat dalam perkara ini juga disebutkan mulai kasak-kusuk menindak
lanjuti persoalan ini. Mereka seakan tak percaya kalau temuan BPK tersebut
mencuat kembali.
Baca Juga :Jalan T Amir Hamzah Rusak Berat, Warga: Pemkab Jangan Diam
Berdasarkan
informasi yang dihimpun, Kamis (20/7), dari puluhan anggota DPRD Binjai tahun
2004-2009 yang akan diperiksa penyidik kejaksaan, salah satunya mencuat nama
Noor Sri Syah Alam Putra atau akrab disapa Kires.
Kires
yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Binjai, disebutkan memiliki kewajiban
kerugian Negara sebesar Rp 336.392.500. Dari total tersebut, Kires dikabarkan
baru membayar sebesar Rp 8.900.000 melalui Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan
Ganti Rugi (TPTGR) Pemko Binjai.
Sementara,
Kires, ketika dikonfirmasi di gedung dewan, Kamis (20/7), tidak menepis jika
dirinya termasuk dalam anggota dewan tahun 2004-2009 tersebut. "Waktu itu saya
dilantik sebagai anggota dewan tahun 2005 PAW Pak Jefri," kata Kires.
Dijelaskan
Kires, ketika dilantik menjadi anggota dewan, dirinya sudah mengikuti arus yang
ada. Artinya, sebut Kires, dia tidak ikut dalam pembahasan awal dan hanya
meneruskan angaran yang sudah ada.
"Dulu
kita tahu Binjai kota sedang, itu hasil dari pemerintah kota. Jadi kami
dibayarkan sesuai klasifikasi kota sedang. Tahun 2008 jadi temuan, dimana
Binjai dikatakan sebagai kota kecil. Nah, bagaimana kami kembalikannya,
sementara itu sudah disahkan melalui APBD," ucap Kires.
Baca Juga :Jelang Pemilu Serentak, Mendagri: Penjabat Daerah Harus Netral
Di
penghujung masa jabatan Wali Kota Ali Umri, sebut Kires, disarankan para
anggota dewan untuk menanda tangani Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTJM)
dengan catatan uang itu tetap dikembalikan yang dibantu oleh Pemko Binjai. "Tapi
sampai sekarang tidak ada bantuan apapun dari pemerintah," tegasnya.
Terkait
kewajibannya dalam pengembalian keuangan negara ini, Kires mengaku sudah
mencicil dari total kewajiban sekitar Rp 200-an juta. "Kalau saya tidak salah
kewajiban saya itu Rp 200-an juta. Tapi sudah saya cicil dan tinggal Rp 199
jutaan,," bebernya.
Disinggung
kewajibannya Rp 300 juta lebih dan baru dikembalikan Rp 8 juta, Kires mengaku
sudah tidak mengingatnya. "Itulah, kan beda-beda. Seingat saya itu Rp 200-an
juta dan saya sudah serahkan jaminan BPKB mobil BMW. Itu sudah ada di
Inspektorat," tegasnya.
Kires
juga menyebutkan, apa yang saat ini sedang
berkembang seakan sudah seperti pidana. Padahal, kata Kires, hal ini
disebabkan kelalaian Pemko Bnjai. "Soal pidana, macam mana bisa pidana. Ada
suatu daerah Payakumbuh, itu malah dihapus sama kepala daerahnya. Ini
tanggungjawab Pemko Binjai. Ini tidak melawan hukum, bukan korupsi," pungkasnya.
Menanggapi
penyelidikan yang dilakukan, Kires mengaku hal tersebut sah-sah saja. Namun,
pihaknya juga memiliki argumen hukum dalam persoalan ini. "Yang pasti kita
juga punya argumen. Saya juga sudah diberitahu jaksa soal ini. Tapi belum tahu
kapan akan dipanggil," ungkapnya.
Kires
juga menegaskan, persoalan ini merupakan tanggungjawab Pemko Binjai. Sehingga
hal ini tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada dewan. "Masa tanggungjawab
dewan saja, pemko bagaimana. Jangan diberatkan ke dewan saja, mereka (pemko) yang
tentukan itu kota kecil kota sedang," ujarnya.
Disoal
ada indikasi kongkalikong pemko dan dewan dalam pengesahan anggaran, Kires
langsung menepis hal tersebut. "Kita inikan pengawasan. Kalau saat mengajukan
anggaran mereka bilang kota ini kota sedang, ya sudah kita sahkan anggarannya. Gak
kewenangan kita lagi tanyakan kota sedang apa kota kecil. Kemungkinan pemko juga
salah perhitungan. Ini dampak dari defisit keuangan. Intinya ini bukan
kelebihan bayar, tapi kelalain Pemko Binjai," terangnya.
Sebelumnya, Kepala
Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) sudah memeriksa 7 anggota dewan 2004-2009.
Sari tujuh anggota dewan tersebut, satu diantaranya mencicil sebesar Rp10 juta
dari kewajiban sekitar Rp 35 juta. Kini, jaksa terus melakukan penyelidikan
untuki mengembalikan kerugian negara sesuai temuan BPK.