BPN Mabar Tak Keluarkan Peta Bidang Tanah Bendung Anak Munting, Ganti Rugi Lahan Gagal

Teguh Adi Putra - Jumat, 25 April 2025 20:10 WIB
BPN Mabar Tak Keluarkan Peta Bidang Tanah Bendung Anak Munting, Ganti Rugi Lahan Gagal
Ven Darung
Proses pengukuran lahan yang dilakukan oleh BPN Manggarai, BWS NTT bersama warga pemilik lahan.
bulat.co.id, Labuan Bajo -Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional [ATR/BPN] kabupaten Manggarai Barat hingga hari ini belum mengeluarkan peta bidang tanah yang dipakai untuk pembangunan bendungan Anak Munting di desa Warloka kecamatan Komodo kabupaten Manggarai Barat NTT.

Sementara itu, peta bidang tersebut yang menjadi syarat dana ganti rugi tanah Bendungan Anak Munting bisa dikeluarkan.

Kantor ATR/BPN Manggarai Barat dalam keterangan persnya yang diterima bulat.co.id pada Kamis, 24 April 2025, kemarin, menjelaskan alasan di balik tidak dilakukanya proses ganti rugi lahan bendungan Anak Munting.

"Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat selaku Pelaksana Pengadaan Tanah melaksanakan tahapan pengadaan tanah sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan peraturan turunannya.

Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah meliputi:

a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

b. Penilaian Ganti Kerugian;

c. musyawarah penetapan Ganti Kerugian;

d. Pemberian Ganti Kerugian; dane. pelepasan tanah Instansi.

Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat selaku Pelaksana Pengadaan Tanah telah melaksanakan tahapan awal yaitu kegiatan inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Tetapi pada saat Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah turun ke lokasi untuk melaksanakan inventarisasi dan identifikasi, kondisi lokasi telah dilaksanakan pembangunan Embung yang meliputi penggenangan air, tanggul, dan bangunan penunjang lainya yang berdasarkan pengamatan di lokasi pembangunan Embung Anak Munting sudah hampir rampung dilaksanakan.

Terhadap kondisi di atas telah dilakukan langkah dengan pendampingan dari BPKP dengan hasil rekomendasi mengajukan diskresi ke Menteri ATR/BPN dan hasilnya tidak dikabulkan.

Terhadap kondisi keterlanjuran tersebut dan tidak ada dikabulkan diskresi, untuk mencari solusi, dilakukan pembahasan bersama pada tingkat Kementerian ATR/BPN dan Kementerian PUPR dengan hasil rekomendasi sebagai berikut:

a. Merujuk kesepakatan bersama (kolektif kolegial) yang melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH), Lembaga Pengawas Keuangan (BPKP) dan Instansi terkait lainnya terhadap penyelesaian Pengadaan Tanah pada lokasi yang terlanjur terkonstruksi dengan membentuk Tim Terpadu sesuai rapat yang diselenggarakan Kementerian ATR/BPN-Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan bersama Kementerian PUPR atau;

b. Dilaksanakan melalui mekanisme B to B/Pengadaan tanah secara langsung.

Keputusan terhadap 2 [dua] pilihan di atas diserahkan kepada instansi yang membutuhkan tanah [Kementerian PUPR].

Kepala kantor ATR/BPN kabupaten Manggarai Barat, Gatot Suyanto ketika dikonfirmasi bulat.co.id mengatakan bahwa diskresi itu disampaikan secara lisan. Pihaknya belum menerima pemberitahuan secara tertulis.

"Pertanggungjawabannya dikembalikan kepada lembaga yang membutuhkan [lahan] yaitu PUPR," kata Gatot.

"Rangkaian pengadaan tanah, menggunakan UU Nomor 2 tahun 2012 sudah tidak memenuhi syarat, jadi tidak bisa menerbitkan peta bidang," pungkasnya.

Sementara itu, PPK Pengadaan Tanah Balai Wilayah Sungai NTT, Beni Malelak ketika dimintai tanggapan oleh bulat.co.id mengatakan, BPN seharusnya mengeluarkan peta bidang.

"Ini harus kita luruskan, bahwa kita sudah bersama sama dengan masyarakat. Kita fasilitasi BPN, kita ukur itu meskipun di dalam air kita sudah mengikuti saranya BPN. BPN juga mendampingi saat warga menandatangani saksi batas," kata Beni melalui sambungan telfon pada Kamis, [24/4] siang.

Menurutnya proses tahapannya berjalan, karena sudah mengikuti tahapan.

"Tetapi untuk masuk kepada poin penilaian, itu seharusnya kan BPN mengeluarkan dulu dan mengumumkan peta bidang daftar kombinatif. Tetapi ini yang tidak dilakukan setelah kita ukur bersama dengan warga, warga sudah tanda tangan, tapi BPN tidak umumkan," tuturnya.

Seharusnya, kata Beni, peta bidangnya diumumkan dulu.

"Harusnya diumumkan dulu supaya bisa konek dengan pasal 27 ayat 2 tadi. Tetapi karena tidak diumumkan akhirnya berpolemik lama satu tahun kita komunikasi dan kita didampingi oleh APH. Benar bahwa sudah dilakukan pendampingan. Dari hasil rapat itu, kita sepakat dengan APH, kalau begitu untuk mencari solusi, maka kita minta review kepada BPKP, BPN menyerahkan semua dokumen itu ke BPKP dan BPKP sudah melakukan review. Hasil review nya itu, diberikan rekomendasi ke BPN untuk segera minta diskresi sebagaimana diatur di dalam Permen Nomor 19 tahun 21 tentang pelaksanaan penyedian tanah untuk pengadaan untuk pembangunan itu," jelasnya.

Beni juga mempertanyakan penjelasan poin b dalam keterangan pers kantor ATR/BPN Manggarai Barat itu.

"Menteri PUPR undang kita untuk rapat lagi. Sehingga poin lima dalam penjelasan BPN itu cocok. Tetapi di poin b itu, soal dilaksanakan B to B [bisnis to bisnis], itu pertanyaan kami dari balai ini, kan kita sudah melakukan menurut aturan ini, tetapi sekarang ketika BPN mengalihkan kewenangan itu kepada kami, tentu harus diikuti ketentuan yang berlaku," lanjutnya.

"Dari awal kita sudah mengikuti tahapan aturan. Oleh sebab itu, ketika kami lakukan di kemudian hari saya lakukan ganti ruginya tidak sah menurut aturan karena kita tidak mendapat kewenangan dari siapapun,"kata Beni.

Beni mengatakan, bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi telah bersurat ke kementerian ATR/BPN.

"Pada bulan februari kemarin, Pa bupati sudah fasilitasi kok, kita sudah diskusi dengan bupati secara virtual. Dan pa bupati sudah bersurat ke menteri ATR. Pa bupati minta kepada menteri ATR supaya memberikan kewenangan itu, diskresi itu supaya kita bisa menindaklanjuti. Nah, ini yang kami tunggu," katanya.

Beni juga pertanyakan kenapa tidak dikabulkannya diskresi itu hanya disampaikan secara lisan.

"Soal diskresi BPN yang tidak dikabulkan, tidak ada surat. Tetapi, kami selalu tanya kenapa tidak keluar [surat], pernyataan lisan saja. Dirjennya itu bilang, kami tidak menyampaikan ini ke Pa Menteri tetapi prinsipnya bahwa kami sudah close karena ini di tahun 2024, oleh karena itu dikembalikan dengan B to B. Nah, ini kan yang kami tunggu, kalau bisa kalau kita lakukan dengan tahapan aturan, maka selanjutnya kita lakukan dengan cara aturan. Supaya kita bayar juga normal," ungkapnya.

"Jangan sampai kita yang ambil alih, lalu ada yang menembak saya, katanya loh itu kan sudah dibayar tapi tidak sesuai aturan, jadi salah saya kan. Padahal kewenangan BPN," lanjut Beni.

Beni menegaskan, BPN harus mengeluarkan peta bidang karena itu hasil riview BPKP. "Itu dalam aturan yang ditetapkan sendiri oleh menteri ATR itu, Permen nomor 19 tahun 2021," tegasnya.

"Jadi supaya kita jangan saling menyalahkan, pada prinsipnya anggarannya kan ada di kami ini. Tapi kan kami menunggu kewenangan itu dipindahkan ke kami. Kan dari awal kita sudah lakukan secara aturan, yah kalau kalian [BPN] mundur ya, mundur dengan dasar yang secara aturan. Supaya kami bisa melakukan tugas tugas selanjutnya," ungkapnya.

Dasar pembangunan bendung anak munting ini adalah Perpres nomor 116 tahun 2021 tentang pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata dalam rangka ASEAN Summit di Labuan Bajo, DKI dan Bali.

"Artinya, ini adalah diskresi presiden, perintah yang harus segera dilakukan. Nah, kenapa kok BPN menolak tugas dari presiden," ungkapnya.

"Dalam perjalanan, kami PU juga menggunakan diskresi. Ada permen PU nya. Lalu konstruksi dibangun. Setelah pembangunan dalam rangka mempercepat karena ASEAN Summit segera digelar, BPN ini datang dengan alasan bahwa sudah dibangun jadi kami tidak bisa bikin apa apa, tapi ukur sampai mereka kita ukur dalam air pun kita ukur, kita undang warga untuk sama sama ukur, warga datang," beber Beni.

Beni juga bingung kenapa BPN Manggarai Barat tidak mengeluarkan peta bidang.

"Saya juga tidak mengerti kenapa sampai BPN tidak mau mengeluarkan peta bidang dan melanjutkan urusan ini. Ada apa ini? Kalau memang ketakutan, biarkan setahkan dengan bentuk diskresi dari pimpinan supaya kami ambil alih," tuturnya.

"Sehingga intinya adalah serahkan dulu kewenangan, jangan cuma cerita lisan. Kalau memang diskresi itu tidak dikeluarkan oleh menteri, paling tidak ada pejabat menteri yang menyurati PU yang menyatakan bahwa dengan tidak dikeluarkannya diskresi, maka surat ini bersifat sebagai perintah untuk memberikan kewenangan kepada balai sungai atau PUPR. Kalau begitu, kami pasti menerjemahkannya sebagai diskresi," pungkasnya.

Penulis
: Ven Darung
Editor
: Ven Darung
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru